![]() |
Muhammad Sidqi Irsyadi |
Sebuah
harapan anak bangsa yang menginginkan perubahan, ya setidaknya perubahan
mindset dalam setiap orang tentang apa yang mereka lihat, apa yang mereka
dengar dan apa yang mereka ketahui tentang suatu hal yang cenderung setiap
orang memiliki sifat apatis di era teknologi yang canggih ini meskipun kadang
banyak orang yang tidak menyadari jika mereka apatis. Ya semoga program
pemerintahan di era Jokowi tentang revolusi mental berjalan dengan lancer dan
bukan sebuah wacana saja, karena bangsa Indonesia harus kembali ke fitrahnya
dulu yakni manusia yang berintegritas, mau bekerja keras, dan punya semangat
gotong royong. Masih banyak anak bangsa yang berjuang menuju perubahan dengan caranya
sendiri. Tapi banyak pula yang tidak tepat salah satunya yakni dengan jago
kritik, anak muda jaman sekarang lebih banyak ngomong daripada untuk bertindak,
mereka mudah sekali bila di mintai saran atau kritik tapi sayang hanya dunia
maya itupun semua kritiknya terkadang tidak sopan dan tidak membangun untuk
kemajuan yang lebih positif.
Seperti
halnya dengan pendidikan kritis, ya pembelajaran di Indonesia memang sangat
membosankan seolah-olah kuno dan tidak ada perubahan, sekali ada perubahan
contohnya kurikulum 13 semua pihak banyak yang kontra dan tidak setuju, karena
bangsa ini luas tingkat tentang pengetahuan pun berbeda jauh apalagi apabila
ditinjau dari sarana dan prasarananya. Karena prinsip pendidikan di Indonesia seperti
Guru mengajar dan siswa belajar, Guru maha tahu dan
siswa sedikit pengetahuannya,
Guru memiliki pemikiran dan siswa mengikuti pemikiran
tersebut, Guru berbicara dan siswa hanya mendengarkan, Guru selalu disiplin dan siswa tidak disiplin, Guru
bebas berpendapat dan siswa tidak boleh berpendapat lain, Guru
mencoba kemampuannya dan siswa tempat percobaan kemampuannya, Guru
bebas mengajarkan apa saja dan siswa harus mengikutinya, Guru merasa sudah
banyak makan garam pendidikan dan siswa belum punya pengalaman, Guru
ujung tombak proses pembelajaran dan siswa sebagai pengikut dalam pembelajaran.
Dan kenapa sih murid harus mencari nilai bukan mencari ilmu pengetahuan ? dan
kenapa pembelajaran harus mengikuti bab, kalau bab tersebut waktunya sudah
habis atau selesai dan harus ke bab selanjutnya padahal kita belum menguasai
bab sebelumnya ? bagaimana kita menguasai mata pelajaran tersebut kalau ada bab yang belum bisa
kita kuasai. Pendidikan di Indonesia itu berasa dalam tekanan, banyak yang
bilang kita seperti alat percobaan, kalau metode a gagal ganti metode lain
sampai mengorbankan banyak siswa.
Banyak
siswa yang lebih berhasil belajar atau mendapatkan ilmu di lembaga bimbingan
belajar dan banyak siswa kemampuan dan potensinya terolah di komunitas –
komunitas tertentu yang sesuai dengan keinginannya. Yang seharusnya itu semua
mereka dapatkan di sekolah, padahal di sekolah kurang lebih 8 jam. Apa yang
mereka dapatkan tak sebanding apa yang mereka dapatkan dan rasakan apabila di
bimbingan belajar atau di komunitas yang jangka waktunya paling lama hanya 3
jam ! Kenapa demikian ? karena mereka tidak ada tekanan, tidak mencari nilai,
mereka hanya diuji seberapa besar kemampuannya dan jika kemampuannya kurang mereka
hanya perlu waktu tambahan. Biayannya pun bisa dikatakan lebih murah di
bimbingan belajar daripada sekolah, bahkan komunitas pun banyak gratis mereka
biasanya hanya ditarik biaya untuk
keperluan komunitas tersebut.
Memang
pengembangan komunitas di Indonesia cukup banyak dan akan terus bertambah dari
yang positif sampai negatif. Karena komunitas lebih bisa mengembangkan
kemampuan dan mampu mengeksplor apa yang mereka inginkan. Bahkan banyak orang
pula lebih berprestasi di komunitas daripada di dunia pendidikan, karena di
komunitas mereka lebih dihargai di terima semua aspirasinya. Bisa jadi banyak
orang lebih memilih untuk bolos atau izin sekolah untuk mengembangkan
kemampuannya di komunitas tersebut. Di
komunitas pun banyak manfaatnya mereka mengenal banyak orang dan bahkan
menambah jaringan, karena di setiap kota selalu ada event atau acara yang
mengundang beberapa komunitas yang ada
di kota tersebut. Dan banyak pula komunitas yang bisa jadi berbeda haluan pun
kadang mereka mampu bekerjasama untuk kemajuan sesama komunitas atau saling
mengenalkan komunitasnya. Di komunitas pula berbagai umur berkumpul saling
bertukar pendapat pengalaman, rasa sosial yang tumbuh itu sangat kental bahkan
bisa di bilang keluarga baru.
Sumber: kasatkusut.com |
Salah satu komunitas yang
positif yakni komunitas pelajar atau umum yang tertarik dengan film, karena
film bukan hanya tontonan tapi juga sebagai tuntunan untuk merubah mindset
bangsa atau hanya sekedar menyampaikan aspirasi dan pendapat. Memang film memiliki daya kuat untuk merubah
sikap seseorang apabila film tersebut memiliki makna, maksud dan tujuan yang
bagus itu merupakan contoh atau pengingat di kehidupan sehari-hari kita, dan apabila
suatu karya makna, maksud dan tujuannya hanya meniru-niru adegan atau kebiasan
di luar negeri yang bukan budaya Indonesia contoh sinetron di berbagai tv
swasta yang bisa dikatakan tidak mendidik dan jauh dari budaya Indonesia bahkan
terkadang sinetron tersebut tidak sesuai untuk ditonton semua umur. Karena
sebuah karya film yang berkualitas menurutku
yakni yang tidak mudah ditebak, bahasa yang mudah dimengerti dan
terselubung makna yang baik dan biasa diambil dari kehidupan sehari-hari kita
atau apa yang kita pikirkan dan ingin di aspirasikan melalui film dan bisa pula
cerita inspirasi dari orang yang terkemuka di dunia dan diadopsi sesuai selera
masyarakat Indonesia dan budaya Indonesia.
Komunitas film adalah salah satu kegiatan yang positif , banyak hal yang
akan kita dapatkan dengan tujuan apa yang kita inginkan di masing-masing
pribadi. Karena dengan belajar dan menghargai orang lain kita akan tumbuh hidup
dengan rasa percaya diri dan percaya akan kemampuan orang lain untuk
bekerjasama dalam tim produksi film, mungkin banyak yang menyepelehkan hal
kecil tersebut tapi itu yang namanya tim bukannya mencela dan mencaci maki tapi
bangun semangatnya. SEMOGA AKAN ADA KOMUNITAS FILM DI JOMBANG dan mungkin
ini mimpi serta harapanku atau anak
Jombang yang lain.
Oleh: Muhammad Sidqi Irsyadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar