OPEN RECRUITMENT!!! Klik "Recruitment"

Selasa, 21 Maret 2017

What’s Your Favourite Book(s)? It’s Mine!

Berbicara mengenai buku favorit, tentu ada daftar panjang buku-buku yang sangat saya favoritkan. Membaca buku, bagi saya secara pribadi, bukan hanya sebatas aktivitas membaca rangkaian kata untuk menambah pengetahuan. Namun juga sekaligus aktivitas memahami nilai/ tujuan/ moral value yang dapat saya gunakan untuk melihat segala sesuatu di kehidupan ini dengan perspektif yang berbeda.

Fiksi atau non fiksi? Lebih seringnya saya suka membaca buku fiksi. Cerita fiktif dalam buku fiksi bisa membangun imajinasi liar di kepala saya. Namun, akhir-akhir ini saya justru banyak melirik buku non-fiksi untuk dibaca. Karena mungkin saya baru menyadari bahwa buku non-fiksi menyuguhkan realita yang benar-benar terjadi, yang tidak kalah mengagetkan saya seperti bacaan fiksi.

Setelah saring-menyaring dengan penuh pertimbangan, inilah 3 buku yang meninggalkan kesan mendalam ketika saya membacanya. Dua diantaranya adalah buku fiksi dan satunya non fiksi. Here we go!
1.    Supernova 5: Gelombang (Karya Dewi Lestari)

Source: Wikipedia
Bagi orang yang sudah mengenal saya, tentu tak heran ketika saya menaruh Supernova di daftar buku favorit saya kali ini. Sungguh mohon dimaklumi, karena saya penggemar berat buku Supernova, dan karya-karya Dewi Lestari yang lain. Tapi mengapa Supernova yang ke-5? Apa specialnya? Well, I know maybe it’s hard to believe, but I love this book much because of Alfa Sagala! Semua seri Supernova sama mengagumkannya bagi saya. Namun, seri Gelombang ini, dimana kisah hidup Alfa dituturkan, yang paling menyemangati saya untuk tidak mudah menyerah dengan apapun.

Alfa Sagala adalah seorang anak laki-laki yang tinggal di tanah Batak dalam keluarga yang sederhana namun orang tuanya memiliki impian yang tinggi untuk masa depan anak-anaknya. Dari kecil, hidup Alfa tidaklah mudah. Namun ia senang belajar lebih banyak dari yang lain. Banyak tragedi dalam hidupnya yang kemudian membawanya dan keluarga merantau ke Jakarta, serta kenekatannya untuk terbang ke New York. Perjuangan Alfa sebagai imigran gelap di New Yorklah yang menyedot kesalutan saya. Ia belajar lebih banyak untuk nilai yang sempurna, belajar aksen Amerika agar tidak dikenali sebagai pendatang, belajar berbagai bahasa lain agar bisa terhindar dari geng kriminal yang suka merampas uangnya, kerja part-time di beberapa tempat sekaligus, dan berani bermimpi.

Membaca kisah hidup Alfa, membuat saya merasa kerdil, tapi sekaligus diyakinkan bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika kita mau berusaha dan berupaya semaksimal mungkin. Bagi saya, membaca novel ini seperti mengonsumsi vitamin penambah semangat untuk mengejar impian.

2.    Bumi Manusia (Karya Pramodya Ananta Toer)
Source: Kompasiana

Bukan sesuatu yang mengejutkan jika karya Pramodya menjadi favorit banyak orang. Penuturan cerita dengan bumbu sejarah membuat karya-karya Pramodya unik dan begitu diminati. Bumi Manusia merupakan novel pertama dari Tentalogi Pulau Buru. Saya jatuh cinta dengan novel ini bahkan hanya dengan membaca lembar pertama.

Novel ini bercerita tentang dua tokoh penting di mata saya. Tokoh penting pertama, sekaligus yang menjadi tokoh utama, bernama Minke. Ia seorang anak Bupati yang mampu bersekolah di sekolah milik Belanda. Pergaulannya dengan orang Belanda maupun Indo (peranakan Indonesia-Belanda) membuat cara berpakaian, berbicara, berperilaku, dan berpikir seperti Belanda. Namun, ia memiliki banyak keresahan mengenai keadaan pribumi, saudara setanah airnya. Tokoh penting ke dua adalah Nyai Ontosoroh. Ia adalah gundik dari Belanda totok yang telah sukses menjalankan perusahaan sehingga menjadi orang yang terpandang dan kaya raya. Selain itu, meskipun tetap menggunakan pakaian kebaya khas pribumi, cara berkata, berperilaku, dan wawasan Nyai Ontosoroh tidak kalah dengan orang Belanda. Sosok Nyai Ontosoroh ini sangat menggambarkan perempuan yang kuat, mandiri, pekerja keras, berprinsip, dan berpengetahuan. Nyai Ontosoroh seakan mematahkan bahwa walaupaun statusnya hanya gundik, dimana dalam masyarakat gundik selalu direndahkan, ia mampu mengatur dan menjalankan perusahaan sehingga semua kalangan tunduk dan segan padanya. Ia menjelma menjadi sosok pribumi dengan kepribadian Eropa.

Kakek Pramodya, dalam buku ini, menyajikan dengan apik situasi Indonesia ketika dijajah oleh Belanda melalui paparan kehidupan antara kaum pribumi, Indo, dan Belanda. Membaca novel ini seperti menyuntikkan rasa nasionalisme dalam dada saya. Namun sekaligus merasa tertampar di beberapa bagian ketika saya merefleksikan dengan pemikiran dan kontribusi saya kepada bangsa Indonesia saat ini. Satu kutipan yang saya sukai sekaligus saya tanamkan dalam diri adalah: “Seorang terpelajar harus juga berlaku adil sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan.”

3.    Thrive (Karya Arianna Huffington)
Source: Yuswohady.com


Ini adalah buku import pertama yang saya miliki, tapi bukan buku import pertama yang saya baca. Sekaligus, ini buku non fiksi (selain buku kuliah) pertama  saya yang berbahasa Inggris (bukan terjemahan). Saya tahu buku ini secara tidak sengaja di sosial media. Komentar dari Red Magazine di sampul depannyalah yang membuat saya tertarik untuk membeli dan menantikan 1,5 bulan kedatangan buku ini. “If you are feeling tired and fed up and wondering if there is more to life, now’s the time to read Thrive”

Awalnya saya penasaran karena banyak review yang berkata bahwa buku ini berisi tentang “how is woman to success”. Apalagi penulisnya Arianna, yang namanya telah masuk dalam jajaran “The World’s 100 Most Influential People” sekaligus pendiri Huffington Post. Saya pikir, buku ini akan berisi kiat-kiat maupun tips dan trik menjadi wanita sukses. Tapi ternyata salah besar.

Dalam buku ini, Arianna justru meyakinkan bahwa pencapaian yang diraihnya bukanlah sukses dalam hidup yang ia dambakan. Alih-alih mendapatkan resep sukses duniawi ala Arianna, ia justru mengajak untuk lebih care/aware/love with our self (body/ mind/ soul). Dapat dikatakan, Arianna sukses menjungkirbalikkan definisi sukses dalam hidup saya sekaligus membuat saya membentuk definisi sukses yang baru dan lebih komprehensif. Percayalah, hal-hal material (finansial, pencapaian, dll) tidak menjadi fokus dalam buku ini. Tetapi justru ada 4 pembahasan utama; Well-being, Wisdom, Wonder, dan Giving. Kesemuanya itu menitikberatkan pada kesejahteraan manusia secara holistik. Bagaimana menghindari dan menghadapi stress, mindfulness, istirahat yang berkualitas, dan lain sebagainya.

Sejujurnya, saya belum menamatkan membaca buku ini. Bukan terkendala bahasa karena bahasa Inggris yang Arianna gunakan sangat mudah dimengerti. Namun memang buku ini penuh data untuk membuktikan argumen yang dilontarkan, sekaligus buku ini penuh nilai-nilai kehidupan yang perlu saya pahami perlahan. Di bagian awal, buku ini memunculkan pertanyaan “What is good life?” dan di tengah memunculkan kutipan yang saya suka: “What is success? It is being able to go to bed each night with your soul at peace (Paulo Coelho)”

          Begitulah pemaparan tiga buku favorit saya. Tentu kesan yang saya dapatkan dari buku-buku tersebut sangat subjektif. Namun kesemuanya adalah buku yang berkualitas dari penulis keren idola saya. At last, what’s your favourite book(s)?

Penulis: Arie Eka Junia
Share This

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contact Us

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *